“Kepada akang yang namanya sama dengan ayahku”
Kepada
akang yang namanya sama dengan ayahku.
Terimakasih
telah memberiku jarak yang cukup untuk aku mencapai mimpi,
untuk
aku wujudkan cita.
Terimakasih
karena tak selalu disampingku, tapi muncul ketika aku butuh.
Aku
menghargaimu, juga nasehat-nasehatmu.
Untuk
akang yang namanya sama dengan ayahku.
Terimakasih
telah menghargai keputusan-keputusanku.
Bersikap
dewasa, tanpa meminta apapun dariku apalagi memaksa.
Aku
ingin setia pada jodohku, meskipun tak tahu siapa.
Aku
harap kau pun begitu.
Untuk
akang yang namanya sama dengan ayahku.
Aku
dan akang sama-sama makhluk yang tak sempurna.
Dan
aku tak bisa menjanjikan apapun, apalagi cinta.
Tak
perlu ku kasih tahu. Aku yakin kau memahaminya.
Aku
hanya bisa berdoa, semoga akang bahagia.
Karawang,
1 September 2016
Jam
10.52
Eka
Dini A.
Terinspirasi
dari “Filosofi Kopi” by Dee Dewi Lestari
Seindah apa pun huruf terukir,
dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda?
Dapatkah ia dimengerti jika tak ada
spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak
jika ada jarak?
Dan saling menyayang bila ada
ruang?
*Akang = Kakak (laki-laki) dalam bahasa sunda.
Komentar
Posting Komentar